Path: Top > Electronics Clipping > PENDIDIKAN
Konsep Perpustakaan Sudah Berubah Menjadi Tempat Berkumpul Komunitas Tertentu
Clipping from JBPTPPOLBAN / 2012-02-18 15:07:23
Oleh : (YNT), POLBAN
Dibuat : 2006-03-29, dengan 0 file
Keyword : Perpustakaan, komunitas
BANDUNG, KOMPAS: Konsep perpustakaan sudah berubah. Sejumlah anak muda penggemar buku di Kota Bandung memberi nuansa baru. Perpustakaan bukan hanya tempat meminjam dan membaca buku, tetapi juga nyaman untuk bertemu komunitas yang diinginkan.
Perpustakaan dengan konsep baru ini tersebar di berbagai tempat di Kota Bandung. Menurut penelitian yang dilakukan Toko Buku (TB) Kecil dan komunitas Dipan Senja, tahun 2005 terdapat 50 komunitas literal di Kota Bandung.
Menurut Tarlen Handayani (29), Pemilik TB Kecil, Minggu (26/3), konsep perpustakaan baru di Bandung berkembang pesat. Di TB Kecil, pengunjung bisa datang sekadar membaca gratis. "Menurut saya, toko buku tidak hanya menjadi tempat bisnis, tapi juga sosial," kata Tarlen.
Tarlen berpendapat, pengelola perpustakaan harus berpromosi agar orang mau datang dan membaca. Penataan harus nyaman bagi pengunjung, koleksi harus yang terbaik, memiliki ruang baca yang nyaman agar bisa membaca lebih lama, dan tersedia makanan dan minuman.
Tarlen mengatakan, perpustakaan sebaiknya dilengkapi klub atau komunitas. "Setelah membaca, biasanya timbul ide atau pendapat untuk didiskusikan. Selama ini pembaca kesulitan mendapatkan teman diskusi tentang tema yang mereka sukai," katanya.
Dalam komunitas, setiap orang bisa saling berbagi dan beradu pendapat untuk belajar mendengarkan perbedaan pendapat. "Bukankah itu tujuan dari membaca buku?" ujar Tarlen.
Tarlen mengatakan, perpustakaan milik instansi pemerintah yang biasanya sepi sebetulnya bisa mengubah diri. "Instansi seharusnya juga mempromosikan koleksi penting perpustakaan mereka, sehingga masyarakat tahu harus datang ke mana saat membutuhkan sebuah buku," ujar Tarlen.
Sementara Bilven, Manajer Umum TB Ultimus, yang menyediakan perpustakaan berupa buku dan film, mengatakan, konsep perpustakaan sudah berubah menjadi perpustakan berbasis komunitas, dan perlu diadakan berbagai kegiatan.
Di TB Ultimus, setiap hari 20-30 orang datang membaca atau berdiskusi. Perpustakaan berbasis komunitas, kata Bilven, akan meningkatkan minat baca.
Belajar bersama
Sejak tahun 2001, Kiki Adrianto (23) membuka perpustakaan Das Mutterland untuk umum. Perpustakaan ini khusus melayani kebutuhan literatur Berbahasa Jerman. Ia juga menyediakan film-film Jerman yang bisa ditonton di perpustakaannya.
Untuk kenyamanan,Das Mutterland menyediakan tempat membaca yang sunyi, dilengkapi televisi. "Saat ini perpustakaan harus fleksibel, dibangun untuk melayani kebutuhan pengunjung," ujar Kiki.
Kiki tidak menarik biaya bagi pengunjung yang ingin membaca koleksinya, kecuali jika meminjam untuk dibawa pulang. Biaya sewa Rp 1.500-Rp 11.000, untuk waktu seminggu, bisa diperpanjang dengan gratis.
Selain sebagai tempat baca, Das Mutterland juga dijadikan tempat berkumpul para mahasiswa bahasa dan sastra Jerman dari berbagai perguruan tinggi di Bandung. Selain belajar bahasa Jerman, setiap minggu menonton film berbahasa Jerman.
Menurut Kiki, karena keberhasilan perpustakaannya, beberapa penerbit memanfaatkan ruang bacanya untuk menjual buku. "Namun, tidak semua buku bisa dijual di Das Mutterland," ujar Kiki yang hanya menjual sekitar 200 buku dari berbagai penerbit. Keuntungan yang didapat digunakan untuk menyewa tempat, membayar rekening listrik, dan telepon.***
BANDUNG, KOMPAS: Konsep perpustakaan sudah berubah. Sejumlah anak muda penggemar buku di Kota Bandung memberi nuansa baru. Perpustakaan bukan hanya tempat meminjam dan membaca buku, tetapi juga nyaman untuk bertemu komunitas yang diinginkan.
Perpustakaan dengan konsep baru ini tersebar di berbagai tempat di Kota Bandung. Menurut penelitian yang dilakukan Toko Buku (TB) Kecil dan komunitas Dipan Senja, tahun 2005 terdapat 50 komunitas literal di Kota Bandung.
Menurut Tarlen Handayani (29), Pemilik TB Kecil, Minggu (26/3), konsep perpustakaan baru di Bandung berkembang pesat. Di TB Kecil, pengunjung bisa datang sekadar membaca gratis. "Menurut saya, toko buku tidak hanya menjadi tempat bisnis, tapi juga sosial," kata Tarlen.
Tarlen berpendapat, pengelola perpustakaan harus berpromosi agar orang mau datang dan membaca. Penataan harus nyaman bagi pengunjung, koleksi harus yang terbaik, memiliki ruang baca yang nyaman agar bisa membaca lebih lama, dan tersedia makanan dan minuman.
Tarlen mengatakan, perpustakaan sebaiknya dilengkapi klub atau komunitas. "Setelah membaca, biasanya timbul ide atau pendapat untuk didiskusikan. Selama ini pembaca kesulitan mendapatkan teman diskusi tentang tema yang mereka sukai," katanya.
Dalam komunitas, setiap orang bisa saling berbagi dan beradu pendapat untuk belajar mendengarkan perbedaan pendapat. "Bukankah itu tujuan dari membaca buku?" ujar Tarlen.
Tarlen mengatakan, perpustakaan milik instansi pemerintah yang biasanya sepi sebetulnya bisa mengubah diri. "Instansi seharusnya juga mempromosikan koleksi penting perpustakaan mereka, sehingga masyarakat tahu harus datang ke mana saat membutuhkan sebuah buku," ujar Tarlen.
Sementara Bilven, Manajer Umum TB Ultimus, yang menyediakan perpustakaan berupa buku dan film, mengatakan, konsep perpustakaan sudah berubah menjadi perpustakan berbasis komunitas, dan perlu diadakan berbagai kegiatan.
Di TB Ultimus, setiap hari 20-30 orang datang membaca atau berdiskusi. Perpustakaan berbasis komunitas, kata Bilven, akan meningkatkan minat baca.
Belajar bersama
Sejak tahun 2001, Kiki Adrianto (23) membuka perpustakaan Das Mutterland untuk umum. Perpustakaan ini khusus melayani kebutuhan literatur Berbahasa Jerman. Ia juga menyediakan film-film Jerman yang bisa ditonton di perpustakaannya.
Untuk kenyamanan,Das Mutterland menyediakan tempat membaca yang sunyi, dilengkapi televisi. "Saat ini perpustakaan harus fleksibel, dibangun untuk melayani kebutuhan pengunjung," ujar Kiki.
Kiki tidak menarik biaya bagi pengunjung yang ingin membaca koleksinya, kecuali jika meminjam untuk dibawa pulang. Biaya sewa Rp 1.500-Rp 11.000, untuk waktu seminggu, bisa diperpanjang dengan gratis.
Selain sebagai tempat baca, Das Mutterland juga dijadikan tempat berkumpul para mahasiswa bahasa dan sastra Jerman dari berbagai perguruan tinggi di Bandung. Selain belajar bahasa Jerman, setiap minggu menonton film berbahasa Jerman.
Menurut Kiki, karena keberhasilan perpustakaannya, beberapa penerbit memanfaatkan ruang bacanya untuk menjual buku. "Namun, tidak semua buku bisa dijual di Das Mutterland," ujar Kiki yang hanya menjual sekitar 200 buku dari berbagai penerbit. Keuntungan yang didapat digunakan untuk menyewa tempat, membayar rekening listrik, dan telepon.***
Beri Komentar ?#(0) | Bookmark
Properti | Nilai Properti |
---|---|
ID Publisher | JBPTPPOLBAN |
Organisasi | POLBAN |
Nama Kontak | Erlin Arvelina |
Alamat | Jl. Trsn. Gegerkalong Hilir Ds. Ciwaruga |
Kota | Bandung |
Daerah | Jawa Barat |
Negara | Indonesia |
Telepon | 022 201 3789 ext. 168, 169, 239 |
Fax | 022 201 3889 |
E-mail Administrator | erlin.arvelina@polban.ac.id |
E-mail CKO | erlin.arvelina@polban.ac.id |
Print ...
Kontributor...
- Editor: