Path: Top > Electronics Clipping > BISNIS DAN EKONOMI
Penyelesaian NPL Mandiri Makin Sulit
Clipping from JBPTPPOLBAN / 2013-12-16 13:48:38
Oleh : (FAJ), POLBAN
Dibuat : 2006-02-08, dengan 0 file
Keyword : Kredit bermasalah
JAKARTA, KOMPAS - Kondisi yang kurang menguntungkan Bank Mandiri belakangan ini membuat upaya penyelesaian kredit bermasalah atau non performing loan/NPL semakin sulit. Karena itu, manajemen Bank Mandiri intensif berdiskusi dengan Bank Indonesia, Departemen Keuangan, Kementerian Negara BUMN, dan Badan Pengawas Pasar Modal untuk mencari solusi.
"Saya memang merasakan kondisi makro-ekonomi memengaruhi kinerja nasabah-nasabah Bank Mandiri sehingga upaya restrukturisasi penyehatan kredit menjadi lebih tidak mudah." kata Direktur Utama Bank Mandiri Agus Martowardojo hari Senin (6/2) di Jakarta.
Kondisi makro-ekonomi belakangan ini memburuk akibat kenaikan harga bahan bakar minyak, tingginya suku bunga, lonjakan inflasi, anjloknya daya beli masyarakat, dan turunnya pertumbuhan ekonomi.
Selain memburuknya makro-ekonomi, Bank Mandiri juga kehilangan momentum penyelesaian NPL secara signifikan terkait gagalnya negosiasi penjualan utang PT Kiani Kertas dengan Sampoerna Strategic.
Upaya Bank Mandiri, yang merupakan bank BUMN, bertambah sulit karena salah satu langkah terobosan dalam penyelesaian NPL, yaitu membentuk special purpose vehicle (SPY) juga terganjal perundang-undangan dan Peraturan Menteri Keuangan.
Tidak seperti bank swasta yang bisa dengan mudah menghapus tagihan atau menjual NPL-nya kepada pihak ketiga, bank BUMN harus melewati sejumlah prosedur yang memakan waktu dan tidak efisien.
"Jika pemangku kepentingan membantu penyelesaian NPL dengan menyediakan perangkat hukum dan regulasi, kami yakin penyelesaian NPL Bank Mandiri akan sesuai jadwal," kata Agus.
Per September 2005, NPL gross Bank Mandiri mencapai 23,4 persen dengan nominal Rp 24,6 triliun. Bank Mandiri dituntut mencapai NPL netto maksimal 5 persen pada akhir 2007.
Kiani
Mengenai peluang dibukanya kembali negosiasi penjualan utang Kiani dengan Sampoerna, Agus mengatakan pihalmya menunggu kontak dari Sampoerna."Karena pada tanggal 17 Januari, Sampoerna menghentikan negosiasi dan kami telah minta itu dipertimbangkan kembali, maka sekarang kami menunggu. Tapi seandainya ingin diaktifkan lagi, kami sambut baik," katanya.
Sebelumnya, Direktur. Utama Danareksa Lin Che Wei selaku penasihat keuangan Sampoerna dalam transaksi ini juga mengatakan, pihaknya menunggu Bank Mandiri mengajukan penawaran yang lebih konkret jika ingin negosiasi diaktitkan kembali.
Agus juga mengatakan, saat ini ada calon investor lain yang berminat mengakuisisi Kiani. "Tapi saya belum bisa bicara tentang hal itu," katanya.
Ditanya perkembangan negosiasi dengan United Fiber System Singapura yang juga berminat membeli Kiani, Agus tidak berkomentar.
JAKARTA, KOMPAS - Kondisi yang kurang menguntungkan Bank Mandiri belakangan ini membuat upaya penyelesaian kredit bermasalah atau non performing loan/NPL semakin sulit. Karena itu, manajemen Bank Mandiri intensif berdiskusi dengan Bank Indonesia, Departemen Keuangan, Kementerian Negara BUMN, dan Badan Pengawas Pasar Modal untuk mencari solusi.
"Saya memang merasakan kondisi makro-ekonomi memengaruhi kinerja nasabah-nasabah Bank Mandiri sehingga upaya restrukturisasi penyehatan kredit menjadi lebih tidak mudah." kata Direktur Utama Bank Mandiri Agus Martowardojo hari Senin (6/2) di Jakarta.
Kondisi makro-ekonomi belakangan ini memburuk akibat kenaikan harga bahan bakar minyak, tingginya suku bunga, lonjakan inflasi, anjloknya daya beli masyarakat, dan turunnya pertumbuhan ekonomi.
Selain memburuknya makro-ekonomi, Bank Mandiri juga kehilangan momentum penyelesaian NPL secara signifikan terkait gagalnya negosiasi penjualan utang PT Kiani Kertas dengan Sampoerna Strategic.
Upaya Bank Mandiri, yang merupakan bank BUMN, bertambah sulit karena salah satu langkah terobosan dalam penyelesaian NPL, yaitu membentuk special purpose vehicle (SPY) juga terganjal perundang-undangan dan Peraturan Menteri Keuangan.
Tidak seperti bank swasta yang bisa dengan mudah menghapus tagihan atau menjual NPL-nya kepada pihak ketiga, bank BUMN harus melewati sejumlah prosedur yang memakan waktu dan tidak efisien.
"Jika pemangku kepentingan membantu penyelesaian NPL dengan menyediakan perangkat hukum dan regulasi, kami yakin penyelesaian NPL Bank Mandiri akan sesuai jadwal," kata Agus.
Per September 2005, NPL gross Bank Mandiri mencapai 23,4 persen dengan nominal Rp 24,6 triliun. Bank Mandiri dituntut mencapai NPL netto maksimal 5 persen pada akhir 2007.
Kiani
Mengenai peluang dibukanya kembali negosiasi penjualan utang Kiani dengan Sampoerna, Agus mengatakan pihalmya menunggu kontak dari Sampoerna."Karena pada tanggal 17 Januari, Sampoerna menghentikan negosiasi dan kami telah minta itu dipertimbangkan kembali, maka sekarang kami menunggu. Tapi seandainya ingin diaktifkan lagi, kami sambut baik," katanya.
Sebelumnya, Direktur. Utama Danareksa Lin Che Wei selaku penasihat keuangan Sampoerna dalam transaksi ini juga mengatakan, pihaknya menunggu Bank Mandiri mengajukan penawaran yang lebih konkret jika ingin negosiasi diaktitkan kembali.
Agus juga mengatakan, saat ini ada calon investor lain yang berminat mengakuisisi Kiani. "Tapi saya belum bisa bicara tentang hal itu," katanya.
Ditanya perkembangan negosiasi dengan United Fiber System Singapura yang juga berminat membeli Kiani, Agus tidak berkomentar.
Beri Komentar ?#(0) | Bookmark
Properti | Nilai Properti |
---|---|
ID Publisher | JBPTPPOLBAN |
Organisasi | POLBAN |
Nama Kontak | Erlin Arvelina |
Alamat | Jl. Trsn. Gegerkalong Hilir Ds. Ciwaruga |
Kota | Bandung |
Daerah | Jawa Barat |
Negara | Indonesia |
Telepon | 022 201 3789 ext. 168, 169, 239 |
Fax | 022 201 3889 |
E-mail Administrator | erlin.arvelina@polban.ac.id |
E-mail CKO | erlin.arvelina@polban.ac.id |
Print ...
Kontributor...
- Editor: