Path: Top > Electronics Clipping > ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI > KIMIA, LINGKUNGAN & ENERGI
Mangga Gedong Gincu, Peluang Bisnis Baru
Clipping from JBPTPPOLBAN / 2013-12-16 14:03:02
Oleh : Ashar dan Endang L. H. , POLBAN
Dibuat : 2006-09-11, dengan 1 file
Keyword : gedong gincu, pohon mangga, sistem ijon, Majalengka
Tampilan dan rasa mangga gedong gincu yang menawan sering memikat banyak orang. Mangga gedong gincu juga mampu menarik minat pengusaha untuk menggeluti bisnis komoditas ini melalui kemitraan usaha dengan petani.
Kabupaten Majalengka dikenal sebagai penghasil mangga gedong gincu utama di Jawa Barat, bahkan di Indonesia. Gedong gincu produksi Majalengka tidak hanya untuk memenuhi permintaan pasar lokal (dalam negeri), tetapi juga sudah mampu menembus pasaran ekspor antara lain ke Singapura, Taiwan, dan Timur Tengah. Karena tampilan yang memikat, rasa enak dan legit serta harga yang cukup mahal, masyarakat Majalengka menjulukinya sebagai "mangga seraton" atau mangga selera keraton. Dengan demikian gedong gincu telah dicitrakan sebagai mangga untuk konsumsi kalangan elit.
Daerah penghasil mangga yang cukup besar di Majalengka adalah Desa Pasir Muncang, Sida Mukti, Jati Serang, dan Cijuray. Untuk mengukuhkan diri sebagai sentra mangga gedong gincu, Pemerintah Kabupaten Majalengka mengembangkan tanaman mangga pada areal 500 ha. Pengembangan ini sudah dimulai 5 tahun lalu di lima desa yaitu Kerta Jati, Mekar Jaya, Kerta Sari, Suka Mulia, dan Pasir Ipis. Pengembangan terbesar dilakukan di Pasir Ipis yang mencapai 200ha atau 40% dari total areal pengembangan. Pohon mangga dari hasil pengembangan itu kini sudah berbuah.
Panen mangga gedong gincu terjadi dua kali dalam setahun, yaitu bulan Juli-September (panen kecil) dan November-Desember (panen raya). Namun demikian musim pimen ini juga sangat bergantung pada cuaca.
Harga gedong gincu yang tinggi di pasar swalayan (bisa mencapai Rp20.000/kg atau lebih), tidak otomatis menyebabkan harga yang diterima petani juga tinggi. Pada saat panen raya, harga mangga gedong gincu hanya Rp2.100/kg untuk kelas A dan Rp1.800/kg untuk kelas B. Harga yang rendah ini tidak terlepas dari sistem tata niaga mangga yang didominasi oleh para tengkulak dan bandar. Selain dengan menebas pohon atau membeli langsung saat panen, tengkulak juga melakukan pembelian dengan sistem ijon. Bahkan, ijon dilakukan saat pohon mangga masih berbunga.
Selain dengan ijon dan tebasan, tengkulak kadang juga menyewa pohon. Dalam jangka menengah dan panjang, sewa pohon berpotensi merugikan petani. Tengkulak biasanya berusaha menggenjot produksi pohon mangga dengan memberi zat perangsang. Cara ini memang ampuh dan produksi mangga saat disewa tengkulak umumnya sangat tinggi. Namun setelah produksi berhasil dipacu, pada musim berikutnya produksi buah jauh berkurang dan tengkulak tidak memperpanjang sewa lagi.
................................................................
Tampilan dan rasa mangga gedong gincu yang menawan sering memikat banyak orang. Mangga gedong gincu juga mampu menarik minat pengusaha untuk menggeluti bisnis komoditas ini melalui kemitraan usaha dengan petani.
Kabupaten Majalengka dikenal sebagai penghasil mangga gedong gincu utama di Jawa Barat, bahkan di Indonesia. Gedong gincu produksi Majalengka tidak hanya untuk memenuhi permintaan pasar lokal (dalam negeri), tetapi juga sudah mampu menembus pasaran ekspor antara lain ke Singapura, Taiwan, dan Timur Tengah. Karena tampilan yang memikat, rasa enak dan legit serta harga yang cukup mahal, masyarakat Majalengka menjulukinya sebagai "mangga seraton" atau mangga selera keraton. Dengan demikian gedong gincu telah dicitrakan sebagai mangga untuk konsumsi kalangan elit.
Daerah penghasil mangga yang cukup besar di Majalengka adalah Desa Pasir Muncang, Sida Mukti, Jati Serang, dan Cijuray. Untuk mengukuhkan diri sebagai sentra mangga gedong gincu, Pemerintah Kabupaten Majalengka mengembangkan tanaman mangga pada areal 500 ha. Pengembangan ini sudah dimulai 5 tahun lalu di lima desa yaitu Kerta Jati, Mekar Jaya, Kerta Sari, Suka Mulia, dan Pasir Ipis. Pengembangan terbesar dilakukan di Pasir Ipis yang mencapai 200ha atau 40% dari total areal pengembangan. Pohon mangga dari hasil pengembangan itu kini sudah berbuah.
Panen mangga gedong gincu terjadi dua kali dalam setahun, yaitu bulan Juli-September (panen kecil) dan November-Desember (panen raya). Namun demikian musim pimen ini juga sangat bergantung pada cuaca.
Harga gedong gincu yang tinggi di pasar swalayan (bisa mencapai Rp20.000/kg atau lebih), tidak otomatis menyebabkan harga yang diterima petani juga tinggi. Pada saat panen raya, harga mangga gedong gincu hanya Rp2.100/kg untuk kelas A dan Rp1.800/kg untuk kelas B. Harga yang rendah ini tidak terlepas dari sistem tata niaga mangga yang didominasi oleh para tengkulak dan bandar. Selain dengan menebas pohon atau membeli langsung saat panen, tengkulak juga melakukan pembelian dengan sistem ijon. Bahkan, ijon dilakukan saat pohon mangga masih berbunga.
Selain dengan ijon dan tebasan, tengkulak kadang juga menyewa pohon. Dalam jangka menengah dan panjang, sewa pohon berpotensi merugikan petani. Tengkulak biasanya berusaha menggenjot produksi pohon mangga dengan memberi zat perangsang. Cara ini memang ampuh dan produksi mangga saat disewa tengkulak umumnya sangat tinggi. Namun setelah produksi berhasil dipacu, pada musim berikutnya produksi buah jauh berkurang dan tengkulak tidak memperpanjang sewa lagi.
................................................................
Beri Komentar ?#(0) | Bookmark
Properti | Nilai Properti |
---|---|
ID Publisher | JBPTPPOLBAN |
Organisasi | POLBAN |
Nama Kontak | Erlin Arvelina |
Alamat | Jl. Trsn. Gegerkalong Hilir Ds. Ciwaruga |
Kota | Bandung |
Daerah | Jawa Barat |
Negara | Indonesia |
Telepon | 022 201 3789 ext. 168, 169, 239 |
Fax | 022 201 3889 |
E-mail Administrator | erlin.arvelina@polban.ac.id |
E-mail CKO | erlin.arvelina@polban.ac.id |