Path: Top > Electronics Clipping > BISNIS DAN EKONOMI
Memperkuat Industri Asuransi
Gray literature from JBPTPPOLBAN / 2013-12-16 13:46:55
Oleh : Fahmi Achmad, POLBAN (fahmi.achmad@bisnis.co.id)
Dibuat : 2006-01-11, dengan 0 file
Keyword : industri, asuransi
Industri perasuransian merupakan salah satu elan vital dalam pertumbuhan ekonomi nasional. Sayangnya industri perasuransian juga tak lepas dari potret kekuatan finansial yang belum terlalu kuat serta kurang meyakinkan di mata masyarakat. Posisi modal yang dimiliki para perusahaan asuransi Indonesia saat ini tidak akan cukup mendukung pertumbuhan industri ke depannya, demikian bunyi peringatan yang keluar dari mulut Pierre L. Ozendo, Kepala Eksekutif Divisi Asia Swiss Re pada Indonesia Rendezvous 2005 di Bali awal Oktober 2005 silam.Depkeu belum lama ini melansir data dari sekitar 140 perusahaan asuransi di mana hanya 24% diantaranya yang memiliki modal di atas Rp lOO miliar. Sebanyak 15% memiliki modal antara Rp 50 miliar hingga Rp 100 miliar. Mapun 61 % sisanya memiliki modal di bawah Rp50 miliar.Setelah krisis ekonomi, sebenarnya Lapangan Banteng telah menerapkan kebijakan komprehensif menata kembali industri asuransi. Setiap tahun ada saja peraturan yang dikeluarkan. Pada 1999 keluar PP No.63/1999 hasil revisi PP No.73/1992 yang salah satunya mengatur asuransi harus memiliki posisi modal disetor minimum RplOO miliar, mengganti ketentuan untuk asuransi kerugian Rp3 miliar dan asuransi jiwa Rp2 miliar. Puncaknya September 2003, Lapangan Banteng melansir enam paket kebijakan industri perasuransian yang kalau dinilai sebenarnya sudah bisa diprediksi arahnya. Permodalan merupakan kata kunci untuk memangkas asuransi yang bermain dengan dana cekak. Pemerintah memang mematok posisi Risk Based Capital (RBC) harus di atas ketentuan yang diberlakukan bertahap dari 100% di akhir 2003 menjadi 120% di akhir 2004. RBC sendiri merupakan salah satu indikator keuangan layaknya posisi Capita/Adequacy Ratio (CAR) di perbankan. Sebagai bagian dari komitmen pelayanan kepada nasabah, RBC menjadi hal signifikan untuk menilai kesehatan dan kompetensi operasionalisasi suatu perusahaan asuransi. Dampak regulasi RBC memang nyata. Pada 2004 tercatat tujuh perusahaan asuransi dicabut izinnya, yaitu tiga asuransi jiwa dan empat asuransi kerugian (umum). Pada triwulan I 2005 Depkeu mencabut 10 izin usaha asuransi.
Industri perasuransian merupakan salah satu elan vital dalam pertumbuhan ekonomi nasional. Sayangnya industri perasuransian juga tak lepas dari potret kekuatan finansial yang belum terlalu kuat serta kurang meyakinkan di mata masyarakat. Posisi modal yang dimiliki para perusahaan asuransi Indonesia saat ini tidak akan cukup mendukung pertumbuhan industri ke depannya, demikian bunyi peringatan yang keluar dari mulut Pierre L. Ozendo, Kepala Eksekutif Divisi Asia Swiss Re pada Indonesia Rendezvous 2005 di Bali awal Oktober 2005 silam.Depkeu belum lama ini melansir data dari sekitar 140 perusahaan asuransi di mana hanya 24% diantaranya yang memiliki modal di atas Rp lOO miliar. Sebanyak 15% memiliki modal antara Rp 50 miliar hingga Rp 100 miliar. Mapun 61 % sisanya memiliki modal di bawah Rp50 miliar.Setelah krisis ekonomi, sebenarnya Lapangan Banteng telah menerapkan kebijakan komprehensif menata kembali industri asuransi. Setiap tahun ada saja peraturan yang dikeluarkan. Pada 1999 keluar PP No.63/1999 hasil revisi PP No.73/1992 yang salah satunya mengatur asuransi harus memiliki posisi modal disetor minimum RplOO miliar, mengganti ketentuan untuk asuransi kerugian Rp3 miliar dan asuransi jiwa Rp2 miliar. Puncaknya September 2003, Lapangan Banteng melansir enam paket kebijakan industri perasuransian yang kalau dinilai sebenarnya sudah bisa diprediksi arahnya. Permodalan merupakan kata kunci untuk memangkas asuransi yang bermain dengan dana cekak. Pemerintah memang mematok posisi Risk Based Capital (RBC) harus di atas ketentuan yang diberlakukan bertahap dari 100% di akhir 2003 menjadi 120% di akhir 2004. RBC sendiri merupakan salah satu indikator keuangan layaknya posisi Capita/Adequacy Ratio (CAR) di perbankan. Sebagai bagian dari komitmen pelayanan kepada nasabah, RBC menjadi hal signifikan untuk menilai kesehatan dan kompetensi operasionalisasi suatu perusahaan asuransi. Dampak regulasi RBC memang nyata. Pada 2004 tercatat tujuh perusahaan asuransi dicabut izinnya, yaitu tiga asuransi jiwa dan empat asuransi kerugian (umum). Pada triwulan I 2005 Depkeu mencabut 10 izin usaha asuransi.
Beri Komentar ?#(0) | Bookmark
Properti | Nilai Properti |
---|---|
ID Publisher | JBPTPPOLBAN |
Organisasi | POLBAN |
Nama Kontak | Erlin Arvelina |
Alamat | Jl. Trsn. Gegerkalong Hilir Ds. Ciwaruga |
Kota | Bandung |
Daerah | Jawa Barat |
Negara | Indonesia |
Telepon | 022 201 3789 ext. 168, 169, 239 |
Fax | 022 201 3889 |
E-mail Administrator | erlin.arvelina@polban.ac.id |
E-mail CKO | erlin.arvelina@polban.ac.id |
Print ...
Kontributor...
- Editor: